METODE DAN SISTEM PESANTREN MODERN GONTOR


oleh : Saparudin

Latar Belakang Keluarga 
Adalah sebuah desa terpencil, sekitar 11 kilometer dari arah selatan kota Ponorogo. Di awal abad ke 20, tempat ini tidak banyak di kenal orang, kecuali oleh masyarakat sekitarnya. Walau bagitu di penghujung abad 19, kawasan ini pernah terkenal di karena keharuman pesantren di dalamnya. Desa di pinggir sungai itu bernama Gontor.

   Bila di awal abad 20 itu orang datang ke desa ini, niscaya ia akan menyaksikan sebuah rumah berbentuk joglo atau bucu. Halaman yang luas, di tumbuhi pohon asam jawa, pohon sawo, dan pohon mangga, mengesankan sebuah rumah kuno yang asri. Ruang tamu luarnya luas terbuka dengan pilar –pilar yang menonjol. Ruang tamu tengahnya lapang dan kamar tidurnya terletak di seluruh sudut.

   Di sebelah barat rumah itu terdapat sebuaah masjid kecil, didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddinsekitar tahun 1750 an. Dia adalah pendiri pondok gontor lama dan tokoh babad desa Gontor. Tembok –tembok di dalam masjid itu sudah mulai lapuk. Lantainya yang terbuat dari lajur –lajur bambu yang di tumpuk memperkuat kesan ketuannya.
   Di dalam rumah inilah zarkasyi di lahirkan sebagai putra bungsu Kyai Santoso Anom Besari,ragil dari tujuh bersaudara.seperti saudara –saudaranya Imam zarkasyi di lahirkan di desa gontor, di komplek pondok Gontor lama itu sendiri.ia lahir pada tanggal 21 maret 1910. Kakaknya enam orang tiga lakia-laki dan tiga perempuan[1].
B.                Riwayat Pendidikan
Sejak usia 10 tahun beliau sudah menjadi yatim piatu. Namun karena sesuai dengan pesan ibunya, yang menghendaki beliau untuk menjadi orang yang alim dan sholeh,maka beliau mulai mondok. Sekolah yang di masukinya pada tingkat dasar adalah sekolah desa. Sekolah yang terletak di desa Nglumpang ini adalah satu –satunya sekolah yang ada di desa Gontor.
Untuk dapat sekolah dan mondok Imam Zarkasyi memilih mondok di Joresan, seperti ke dua kakaknya. Untuk daerah Ponorogo pondok ini cukup terkenal, terbukti dari santri –santrinya yang tidak saja berasal dari daerah setempat, tetapi juga dari daerah luar Ponorogo.
Beliaupun tidak merasa bosan untuk menuntuk ilmu .terbukti bahwa beliau setelah lulus dari satu pondok, maka beliau teruskan kepondok lainnya. Terakhir beliau memondok di padang panjang. Karena di penghujung abad ke-19, sumatra barat merpakan pintu gerbang masuknya gerakan salaf dan pembaharuan pemikiran Islamke Indonesia. Banyak sekolah di dirikan untuk mendukung pembaharuan tersebut
Keberangkatan K,H Imam Zarkasyi ke Padang Panjang, bagi masyarakat santri Jawa, merupakan langkah kontroversial atau melawan arus, karena masyarakat santri pada waktu itu mempunyai kecendrungan mondok di Tebuireng Jombang atau di Tremas Pacitan. Karena dorongan niat yang kuat dan dorongan penuh kakak –kakaknya, K.H mam zarkasyi berangkat dengan hati yang mantap ke Padang Panjang pada tahun 1930.
C.                Merintis Sistem Baru Pondok Pesantren[2]
Setelah 6 tahun menimba ilmu pengetahuan di Padang Panjang, Imam Zarkasyi pulang ke Gontor guna mewujudkan cita –citanyayang sudah lama di rancangkan bersama ke dua kakanya(Kyai Ahmad sahal dan Kyai Zainuddin Fanani), yaitu mendirikan lembaga pendidikan Islam yang bermutu dan berarti bagi umat dalam bentuk Pondok Pesantren.
Upaya untuk mewujudkancita –cita bersama tersebut di mulai dengan menghidupkan kembali pondok Gontor lama yang pernah besar pada zaman nenek moyang mereka, Kyai Jamaluddin dan Kyai Archam Anom Besari. Dalam upaya ini keberadaan K.H Imam Zarkasyi tidak dapat di pisahkan dari kedua kakaknya. Mereka memeiliki ide dan cita –cita yang sama, dan mereka secara bersama –sama pulamewaqafkan harta kekayaan peninggalan orang mereka untuk kepentingan pondok. Di lingkungan Pondok Gontor mereka di sebut Trimurti; suatu sebutan yang menggambarkan kesatuan ide, cita –cita, dan langkah perjuangan ketiga pendiri tersebut. Masing –masing memiliki latar belakang pendidikan, kompetensi, dan peran penting yang berbeda –beda bagi pertumbuhan dan perkembangan Pondok Modern.
D.Mengintegrasikan Sistem Madrasah dan Sistem Pesantren
1.                  Sistem madrasah      
Yang pertama –tama di lakukan K.H Imam Zarkasyi adalah mendirikan madrasah.
Model madrasah yang didirikan itu adalah seperti medrasah yang ada di Sumatra Barat yang telah di sentuh oleh angin pembaharuan saat itu[3].
Namun apa yang dilakukannya bukanlah memindahkan atau memotokofi ide dan konsep Normal Islam Mahmud Yunus secara apa adanya ke dalam pesantrennya.
Pengaruh gurunya Al-Hasyimi ketika belajar di madrasah Arabiyah Islamiyah, ikut pula berperan dalam mendorong ide –ide pembaharuan madrasah dalam diri K.H Imam Zarkasyi. Kurikulum KMI Gontor kemudian di desain secara seimbang antara materi –materi yang terdapat di pesantren dan di madrasah. Jadi, tidak sepenuhnya sama dengan Normal Islam tempat beliau menimba ilmu..
  Walaupun materi pelajaran agama di KMI sama dengan mata pelajaran di pesantren –pesantren lama,tetapi kitab –kitab yang di pakai tidak seluruhnya sama.kitab –kitab itu telah di sederhanakan dalam susunan yang lebih “madrasy” ,sehingga lebih efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kitab di KMI bahkan di susun sendiri oleh K.H Imam Zarkasyi, seperti pelajaran bahasa arab, Balaghah, Ilmu Mantiq, Aqidah, Fiqh, dan Tajwid.
a). Sistem Pengajaran
Meskipun lembaganya tetap bernama Pesantren, K.H Imam Zarkasyi tidak lagi menggunakan sistem pengajaran sorogan ala pesantren tradisional pada umumnya. Pengajaran di pondok Gontor ini menggunakan sistem Klasial, sebagaimana di terapkan di sekolah –sekolah umum atau madrasah –madrasah saat itu. Alat bantu kapur dan papan tulis di gunakan dalam pengajaran. Setiap 6 bulan sekaali di adakan evaluasi hasil belajar. Masa belajarnya berlangsung 5-6 tahun.para santri belajar di dalam kelas dengan menggunakan pantalon dari jam 07.00 pagi sampai jam 13.00 siang. Gurupun mengajar dengan berpantalon dan berdasi. Inilah yang mula-mula di anggap orang sebagai Pondok yang berciri modern.
       Dalam sistem KMI K.H Imam Zarkasyi bertindak sebagai direkturnya atau sebagai guru yang mengajar di depan kelas. Sedangkan di dalam sistem pesantren beliau berperan sebagai seorang Kyai yang di jadikan sebagai suri tauladan yang selalu memberikan wejangan –wejangan kepada para santri –santrinya.
b).Sistem bahasa
Sebagai sarana berkmunikasi di antara para santri, Pondok Modern Gontor mewajibkan kepada seluruh santri –santrinya untuk menggunakan bahasa resmi yaitu bahasa Arab da bahasa Inggris. Maka strategi yang di gunakan oleh K.H Imam Zarkasyi adalah membuat para santri dapat berpicara dalam bahasa asing itu. Bagi para santri yang masih baru metode ini di terapkan selama 6 bulan. Maka melalui metode ini para santri di harapkan dapat menguasai kedua bahasa tersebut untuk percakapan sehari –hari .
2.                   Sistem Pesantren                 
Bersamaan dengan berdirinya KMI sebagai suatu sistem Madrasah, maka K.H Imam Zarkasyi memberlakukan sistem pondok atau asrama sebagaimana pondok pesantren lainnya. Siswa KMI di haruskan tinggal di dalam pondok atau asrama sebagaimana layaknya santri di berbagai pondok lainnya. Di dalam kelas mereka adalah siswa dan di luar kelas mereka adalah santri yang mendapat pendidikan, bimbingan, dan pengasuhan dari beliau sendiri. Meskipun sistem pendidikan di dalam pondok pesantren di perbaharui dengan menerapkan prinsip –prinsip pendidikan modern, nilai dan jiwa pesantren lama tetap di pertahankan.
a)                  Pengertian Pesantren
       Dalam mempertahankan nilai dan jiwa pesantren, K.H Imam Zarkasyi berangkat dari suatu konsep pendidikan pesantren yang di ambil dari pengertian dasar pesantren. Pondok pesantren baginya berasal dari dua kata yaitu Pondok yang berarti tempat menumpang sementara, pesanten berarti tempat para santri, sedangkan santri berarti pelajar yang menuntut ilmu agama Islam.
Menurut sejarah berdirinya, suatu pondok atau pesantren di dahului adanya seorang kyai atau seorang yang alim, kemudian datang beberapa orang santri yang ingin menuntut ilmu pengetahuan dari kyai tadi. Para santri kemudian di tampung di rumah kyai. Sejalan dengan pertumbuhan jumlah santri yang datang, rumah kyai sudah tidak dapat lagi menampung para santri. Dari sini timbul inisiatif dari para santri untuk mendirikan pondok –pondok atau dangau di sekitar masjid dan di sekitar rumah kyai tadi. Itulah asal usul lahirnya sebuah pondok. Jadi, yang membuat pondok itu adalah para santri sendiri, bukan kyai.
a)            Nilai  dan Jiwa Pondok Pesantren
       Untuk mempertahankan ciri khas pendidikan pesantren, maka di dalam jawa para santri harus tertanam lima jiwa pesantren yang kemudian di sebut dengan panca  jiwa , yaitu; keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwwah islamiyah, dan kebebasan.
         ( 1 ) Jiwa Keikhlasan
Jiwa keikhlasan di pondok di pertahankan agar menjadi sesuatu yang utama serta mewarnai kehidupan seluruh santri dan keluarga pondok. Pelaksanaannya tidak di dasarkan atas suatu ilmu menejemen, tetapi atas refleksi diri pribadi kyai. Di gontor kyai dan para dewan guru tidak mendapat gaji dari pondok dan tidak sedikitpun menggunakan uang pondok.
 Setiap santri sejak awal memasuki pondok Gontor, di tuntut untuk dapat memikirkan sekaligus untuk memenuhi keperluannya sendiri. Selain menjadi prinsip pendidikan pesantren, kemandirian juga Jiwa –jiwa keikhlasan yang meliputi seluruh kegiatan guru dan terutama kyai yang demikian adalah sesuatu yang wajib di ketahui oleh semua santri agar menjadi uswah hasanah ( teladan yang baik ). Dengan keteladanan itu terciptalah “tata batin” dan “tata pikir” bahwa mereka beada di dalam sustu daerah perjuangan yang di penuhi oleh jiwa dan suasana keikhlasan
(b) Jiwa Kesederhanaan
   Sederhana dalam pandangan kyai tidak beraarti miskin, tetapi hidup sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Orang yang naik becak ke ponorogo bukanlah orang yang sederhana. Sebaliknya orang yang memaksakan diri naik pesawat, padahal dia tidak mampu, juga bukan orang yang sederhana.
(c) Jiwa kemandirian
Pendidikan kemandirian di Pondok Gontor berjalan seiring dengan di terapkannya sistem asrama atau sistem pondok. Seperti di pondok pesantren pada umumnya , di gontor para santri belajar hidup menolong diri sendiri merupakan ciri khas keberadaan pesantren. Seperti pesantren –pesantren lainnya, Pondok Gontor berstatus swasta penuh yang hidup dan berkembang atas usaha –usaha yang mandiri. Tidak menggantungkan bantuan dan belas kasih pihak lain. Untuk menggambarkan prinip ini K.H Imam Zarkasyi sering mengungkapkan dengan kata –katanya yang diplomatis, “Kami bukan maju karena di bantu, tetapi di bantu karena kami maju.
a)   Ukhuwwah Islamiyah
Para santri yang belajar di KMI berasal dari berbagai daerah, suku, budaya, dan kelompok keagamaan. Mereka tinggal bersama di dalam asrama, serta saling mengenal dan berbagai pengalaman antara mereka. Selain itu upaya –upaya sistematis juga dilakukan sepanjang proses pendidikan di dalam sisitem pondok:
Pertama, ketika para calon santri di terima sebagai santri, mereka harus meninggalkan bahasa daerahnya masing –masing dan wajib menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan mereka sehari –hari. Setslah setengah tahun mereka harus meninggalkan bahasa Indonesia dan harus memeaksakan diri berbicara dalam bahaa Arab atau Inggris.
Kedua, para santri yang datang dari berbagai suku dan daerah, di tempatkan secara acak dalam beberapa kamar, dan tidak di kelompokan berdasarkan pada suku maupun daerah, seperti yang berlaku di kebanyakan pondok pesantren yang ada pada masa itu.
a)                       Jiwa Kebebasan
                 Disiplin dan kebebasan adalah suatu hal yang wajib Dalam pesantren yang menggunakan sistem madrasah, masa belajar santri di atur secara ketat. Waktu tidak selonggar pesantren tradisional yang menggunakan sistem halaqah. Karena alasan efensiasi waktu, maka santri tidak di perbolehkan masak sendiri. Membiarkan mereka memasak akn menggangu disiplin serta kegiatan pendidikan serta pengajaran mereka yang sangat padat. Salaha satu prinsip dasar pendidikan yang di berikan di Gontor adalah sikap demokratis. Hal ini ditanamkan melalui kegiatan OPPM.


[1] K.H Imam Zarkasyi dari Gontor,ponorogo, percetakan Darussalam Press, september 1996, hal: 3
[2] Ibid, hal: 40
[3] Saat itu pondok pesantren tradisional seperti Tebuireng, Rejoso, dan Krapyak telah mulai pula mendirikan madrasah. Akan tetapi madrasah –madrasah itu terpisahdari dan sebagi tambahan sistem pesantren yang tetap mengajarkan kitab –kitab dengan metode tradisional yang khas itu.

0 Komentar

SPONSORS

stock images10,000 FREE FACEBOOK FANSFree Blogger TemplatesPremium WordPress Themes