makanan yang di haramkan Allah
makan adalah salah satu hak setiap makhluq yang bernyawa di muka bumi ini. karena makan adalah sebagai kebutuhan yang harus kita penuhi. akan tetapi, sebagai seorang muslim yang taat maka kita harus memperhatikan makanan yang kita makan. karena tidak semua makan itu di bolehkan oleh Syari'at.
terutama makanan yang telah jelas di larang di dalam kitab suci Al-Qur'an.
terutama makanan yang telah jelas di larang di dalam kitab suci Al-Qur'an.
SEBAB-SEBAB DIHARAMKANNYA MAKANAN
Ada beberapa sebab di balik pengharaman Allah terhadap beberapa makanan
antara lain :
1. Berbahaya (membawa mudharat pada badan dan akal)
Sebagaimana hadits dari Abu Sa’id, Sa’ad bin Sinan Al Khudri,
sesungguhnya Rasulullah bersabda;
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh melakukan perbuatan (mudharat) yang
mencelakakan diri sendiri dan orang lain“ (HR. Ibnu Majah : 2341)
Beberapa yang termasuk membahayakan antara lain :
Sebagaimana firman Allah Ta’ala;
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“… Makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf : 31)
b. Minum racun
Sebagaimana firman Allah Ta’ala;
“Dan janganlah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS.
An-Nisa’ : 29)
c. Makan atau minum sesuatu
yang diketahui berbahaya melalui penelitian, pengalaman, atau petunjuk dokter
yang terpercaya
Termasuk semua jenis hewan khabitsat
(yang berbahaya karena mengandung racun, atau dapat merusak badan dan akal
manusia), maka tidak boleh dimakan.
2. Memabukkan atau merusak akal
Sebagaimana hadits dari ‘Aisyah
ia berkata, Rasulullah bersabda;
كل شراب أسكر فهو حرام
“Setiap minuman yang memabukkan
adalah haram.”
(HR.
Muslim Juz 3 : 2001)
Termasuk didalamnya adalah ganja,
opium, heroin dan yang semisalnya.
Catatan :
·
Akan tetapi obat bius atau
yang lainnya dari segala hal yang menghilangkan akal boleh digunakan ketika ada
kebutuhan yang sangat mendesak (darurat), yaitu misalnya ketika digunakan untuk
operasi pembedahan selama tidak ada cara lain yang bisa digunakan. Hal ini
seperti diisyaratkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath (X/80), dan An-Nawawi dalam
Al-Majmu’ (III/8).
·
Minuman hasil rendaman satu jenis bahan, mubah
hukumnya jika belum mencapai batasan yang membukkan. Misalnya nabidz, nabidz
adalah air dengan rendaman kurma atau kismis atau sejenisnya agar ia menjadi
manis dan tidak tawar, maka diperbolehkan diminum selama belum berbusa atau
telah sampai pada tiga hari (batasan memabukkan). Diriwayatkan dari Ibnu ’Abbas
ia berkata;
”Nabi pernah mengendapkan anggur pada awal malam,
lalu meminumnya pada pagi harinya, kemudian pada malam berikutnya, pada esok
harinya, malam selanjutnya, dan esok hari hingga waktu ’Ashar. jika masih ada sisanya,
maka pembantunya meminum nabidz tersebut atau beliau memerintahkan untuk menumpahkannya.”
(HR. Muslim Juz 3 : 2004)
Maksudnya adalah jika ada rasa yang telah berubah
tetapi belum terlalu, maka beliau memberikannya kepada pembantu, dan jika ada
perubahan yang sangat, maka beliau memberikannya kepada pembantu, dan jika ada
perubahan yang sangat, maka beliau memerintahkan untuk membuangnya.
·
Tidak boleh berobat dengan khamer. Dari Wail
al-Hadhrami bahwa Thariq Ibnu Suwaid bertanya kepada Nabi tentang khamer yang
dijadikan obat.
Beliau bersabda;
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِدَوَاءٍ,
وَلَكِنَّهَا دَاءٌ
”Sesungguhnya ia bukanlah obat, namun ia
penyakit.”
(HR. Muslim : 1984, Abu Dawud, dan
lainnya)
Dari Ummu Salamah bahwa Nabi bersabda;
إِنَّ اَللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ
شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
”Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat
penyembuhmu dalam apa yang diharamkan kepadamu.”
(HR. Baihaqi dan
dinilai shahih oleh Ibnu Hibban)
3. Najis
Semua hal yang najis, maka haram dimakan seperti; kencing manusia, kotoran
manusia, madzi, wadi, darah haidh, kotoran hewan yang tidak halal dimakan
dagingnya, air liur anjing, babi, bangkai dan
darah yang mengalir. Ada sebuah kaidah penting dalam masalah ini, ”Semua
benda yang najis pasti haram, tetapi sesuatu yang haram belum tentu najis”.
Bangkai misalnya, hukumnya haram karena bangkai adalah najis, sedangkan ganja
sekalipun haram tetapi dia tidak najis.
4. Menjijikkan
Menjijikkan menurut pandangan orang yang lurus fitrahnya. Seperti; kotoran
hewan, air seni, kutu, hama, dan sejenisnya. Allah Ta’ala berfirman;
وَيُحِلُّ
لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS.
Al-A’raf : 157)
Jika tidak ditemukan nash
dalamAl-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan halal atau haramnya hewan
tertentu, maka sebagian ulama’ mengatakan, “Kita kembalikan kepada bangsa Arab.
Jika mereka menganggap baik hewan tersebut, maka ia halal dan jika dianggap
tidak baik (atau menjijikkan) oleh mereka, maka haram.”
Ibnu Qudamah mengatakan;
“Yakni apa yang dianggap baik oleh
bangsa arab, maka itu halal dan apa yang dianggap menjijikkan oleh mereka, maka
itu haram… Orang-orang yang bisa dijadikan sebagai ukuran dalam penilain baik
atau menjijikkannya suatu makanan adalah masyarakat hijaz. Karena kepada
merekalah Al-Qur’an diturunkan, dan kepada merekalah redaksi As-Sunnah An-Nabawiyah. Maka,
lafal-lafal yang bersifat mutlak dikembalikan kepada tradisi mereka, bukan
kepada selain mereka.”
5. Milik orang lain
Seperti mencuri, merampas, menipu,
dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala;
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS.
An-Nisa’ : 29)
Catatan :
·
Jika seorang yang berada dalam kondisi membutuhkan,
melewati kebun yang berbuah baik di pohon atau yang tercecer di tanah,
sementara kebun itu tidak berpagar dan tidak berpenjaga maka dia boleh makan
buah tersebut secara gratis namun tidak diperkenankan membawanya. Sedangkan
seseorang yang mengambil tanpa alasan kebutuhan maka dihukum dan didenda dua
kali lipatnya. Ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri.
·
Disunnahkan kepada seorang muslim yang berkunjung
kepada saudaranya, lalu jika ia disuguhi makanan, hendaknya memakannya tanpa
bertanya tentang makanan tersebut, demikian juga jika ia diberi minum. Ini
adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri.
·
Haram makan dan minum dari bejana emas dan perak
atau yang dilapisi dengannya. Berdasarkan hadits dari Hudzaifah
Ibnul Yaman, bahwa Rasulullah bersabda;
لَا
تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهِمَا
فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ
“Janganlah
kamu minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu
makan dengan piring yang terbuat dari keduanya, karena barang-barang itu untuk
mereka di dunia sedang untukmu di akhirat.” (Muttafaq
‘Alaih)
MAKANAN
YANG DIHARAMKAN MENURUT
SYARI’AT
ISLAM
I. Makanan yang Diharamkan Berdasarkan
Al-Qur’an
Beberapa
jenis makanan yang diharamkan dalam Al-Qur’an, antara lain :
1. Bangkai
Bangkai yaitu hewan yang mati
tanpa disembelih secara syar’i. Termasuk bangkai adalah; hewan yang mati
tercekik, hewan yang mati karena terpukul dengan tongkat atau yang lainnya,
hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi, hewan yang mati karena
ditanduk hewan yang lainnya, hewan yang mati karena diterkam hewan yang buas,
dan bagian yang dipotong dari hewan yang masih hidup. Sebagaimana firman Allah;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ
بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ
وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ
“Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam hewan
yang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.” (QS.
Al-Maidah : 3)
Rasulullah bersabda;
مَا
قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ - وَهِيَ حَيَّةٌ - فَهُوَ مَيِّتٌ
“Sesuatu yang di potong dari
hewan yang masih hidup adalah bangkai.” (HR. Abu Dawud : 2841 dan Ibnu
Majah : 3216)
Adapun hewan yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam hewan buas, yang masih dalam keadaan hidup dan masih sempat
disenyembelih secara syar’i, maka menjadi halal. Adapun tanda-tanda
hewan tersebut masih dalam keadaan hidup adalah masih bergerak dan memancarkan
darah segar yang deras ketika disembelih.
Catatan
:
·
Dikecualikan dalam hal ini adalah Bangkai ikan dan belalang. Berdasarkan
hadits Ibnu ‘Umar, ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda;
أُحِلَّتْ
لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ : فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ
وَأَمَّا الدَّمَانِ : فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ
“Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua
darah. Adapun dua bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang. Sedangkan dua darah
adalah hati dan limpa.”
(HR. Ahmad : 5732, Ibnu Majah : 3218)
·
Apabila terbukti secara medis bangkai ikan itu
sudah rusak dan bisa membahayakan kesehatan, terutama yang sudah lama mati,
maka menghindarinya adalah lebih selaras dengan kaidah-kaidah syari’at yang
mengharamkan seleuruh makanan yang buruk. Wallahu a’lam.
2. Darah yang mengalir
Yaitu yang mengalir dari hewan
darat ketika disembelih. Dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas dan Sa’id bin Jubair;
“Diceritakan bahwa orang-orang
jahiliyah dahulu apabila seorang diantara meraka lapar, maka diambilah sebilah
alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, kemudian digunakan untuk
memotong unta atau hewan jenis apa saja, lalu darah yang keluar dikumpulkan dan
dibuat makanan atau minuman. Oleh karena itulah Allah mengharamkan darah pada
umat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24)
Catatan :
Dikecualikan dari darah yang diharamkan
adalah :
ü Hati dan limpa.
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda;
أُحِلَّتْ
لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ : فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ
وَأَمَّا الدَّمَان: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ
“Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua
darah. Adapun dua bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang. Sedangkan dua
darah adalah hati dan limpa.”
(HR. Ahmad : 5732, Ibnu Majah : 3218)
ü Sisa darah yang menempel pada daging, tulang, atau leher hewan
yang telah disembelih secara syar’i. Syaikhul Islam mengatakan dalam Majmu Fatawa 21/522;
“Pendapat
yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir.
Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satu pun dari
kalangan ulama’ yang mengharamkannya.”
3. Babi
Tidak ada perbedaan pendapat
diantara para ulama’ tentang najis dan haramnya daging babi, baik lemaknya,
kulitnya, dan seluruh anggota badannya. Sebagaimana firman Allah;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
“Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi.”
(QS.
Al-Maidah : 3)
4. Hewan yang disembelih dengan
menyebut selain Nama Allah
Sebagaimana firman Allah Ta’ala;
وَلَا تَأْكُلُوا
مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu
memakan hewan-hewan yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’aam : 145)
Catatan :
·
Hukum memakan daging impor dari negeri kafir
Makanan impor dari negeri kafir terbagi dua macam
:
ü Makanan yang tidak
membutuhkan sembelihan, seperti; ikan, udang, kerang, dan hewan laut lainya,
buah-buahan, permen, dan sebagainya, maka hukumnya adalah halal menurut
kesepakatan para ulama’.
ü Makanan yang
membutuhkan sembelihan, seperti; sapi, kambing, ayam, dan sebagainya, maka hal
ini dirinci sebagai berikut :
v
Apabila dari negeri kafir bukan ahli kitab (yahudi
atau nasrani) seperti; cina, rusia, dan semisalnya, maka makanan tersebut tidak
halal dimakan. Kecuali apabila yakin sembelihan tersebut memenuhi kriteria
Islam, maka hukumnya boleh. Seperti apabila penyembelih hewan tersebut adalah
teman muslim yang ada disana.
v
Adapun jika dari negeri kafir ahli kitab, seperti
Australia, Vatikan, dan semisalnya, maka halal dimakan jika terpenuhi dua
syarat :
1. Tidak diketahui menyebut nama selain Allah.
2. Disembelih secara syar’i
5. Hewan yang disembelih untuk
selain Allah
Sembelihan yang diperuntukan
selain Allah, baik itu kepada patung, batu, laut, mayit, kubur, wali, atau
siapa pun selain Allah, maka sembelihannya adalah haram. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala;
قُلْ لَا
أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ
يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah, "Tiadalah aku
peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau hewan
yang disembelih atas nama selain Allah.”
(QS. Al-An’aam : 145)
II. Makanan yang Diharamkan
berdasarkan As-Sunnah
Beberapa jenis makanan yang diharamkan
dalam As-Sunnah, antara lain :
1. Hewan yang memiliki taring
untuk memangsa
Setiap hewan yang memiliki taring
untuk memangsa, seperti singa, srigala, harimau, macan, anjing, dan kucing, dan
sejenisnya, tidak halal dimakan menurut jumhur ulama’. Sebagaimana hadits Abi
Hurairah, Nabi bersabda;
كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ اَلسِّبَاعِ,
فَأَكَلَهُ حَرَامٌ
“Setiap hewan yang buas yang
bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim : 1933)
2. Burung yang bercakar (burung
pemangsa)
Maksudnya cakar yang digunakan untuk memangsa. Seperti;
elang, garuda, rajawali, dan sejenisnya. Jumhur ulama –kecuali Malikiyah-
berpendapat setiap burung yang bercakar haram dimakan. Berdasarkan hadits dari
Ibnu Abbas terdapat tambahan lafadz;
وَكُلُّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ اَلطَّيْرِ
“Dan setiap burung yang mempunyai
kaki penerkam.” (HR. Muslim)
Adapun ayam, burung-burung kecil,
merpati dan burung yang tidak memangsa dengan cakarnya tidaklah disebut burung
bercakar, menurut bahasa. Karena cakarnya hanya digunakan untuk berpegang dan
mengorek tanah, bukan untuk berburu dan memangsa.
3. Hewan
yang diperintahkan syari’at untuk dibunuh
Seperti; kalajengking,
burung elang, gagak, tikus anjing galak (hitam), tokek, cicak,
ular, dan sebagainya. Diriwayatkan dari ‘Aisyah ia berkata, Rasulullah
bersabda;
خَمْسٌ مِنَ اَلدَّوَابِّ كُلُّهُنَّ
فَاسِقٌ, يُقْتَلْنَ فِي اَلْحِلِّ وَ اَلْحَرَمِ: اَلْغُرَابُ, وَالْحِدَأَةُ,
وَالْعَقْرَبُ, وَالْفَأْرَةُ، وَالْكَلْبُ اَلْعَقُورُ
“Ada lima hewan yang semuanya jahat, yang boleh dibunuh baik di
tanah halal maupun haram, yaitu: kalajengking, burung elang, burung gagak,
tikus, dan anjing galak.”
(Muttafaq ‘Alaih. HR. Bukhari : 3314 dan Muslim : 1198)
Dari Ummu Syarik ia
berkata;
“Bahwa Nabi
memerintahkan supaya membunuh tokek atau cicak.”
(HR. Bukhari : 3359, Muslim : 2237)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fatawa 11/609;
“Makan daging ular dan
kalajengking adalah haram menurut ijma’ kaum muslimin.”
4. Hewan yang dilarang
syari’at untuk dibunuh
Seperti; semut,
lebah, burung hud-hud, burung shurad (sejenis burung pipit), katak, dan sebagainya.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ia berkata;
نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله
عليه وسلم عَنْ قَتْلِ أَرْبَعِ مِنْ اَلدَّوَابِّ: اَلنَّمْلَةُ, وَالنَّحْلَةُ,
وَالْهُدْهُدُ, وَالصُّرَدُ
“Rasulullah
melarang membunuh empat macam hewan yaitu: semut, lebah, burung hud-hud, dan
burung shurad (sejenis burung pipit).”
(HR.
Abu Dawud : 5267, Ibnu Majah : 3224)
Diriwayatkan dari
Abdurrahman Ibnu Utsman al-Qurasyi, ia berkata;
طَبِيباً سَأَلَ رَسُولَ اَللَّهِ
صلى الله عليه وسلم صلى الله عليه وسلم عَنْ اَلضِّفْدَعِ يَجْعَلُهَا فِي
دَوَاءٍ, فَنَهَى عَنْ قَتْلِهَا
“Bahwa ada seorang thabib (dokter)
bertanya kepada Rasulullah tentang katak yang dijadikan obat. Lalu beliau
melarang membunuhnya.”
(HR.
Ahmad (3/453), Abu Dawud : 5269, dan Nasa'i :4355 dishahihkan oleh Ibnu Hajar
dan Al-Albani)
5. Jallalah
Jallalah adalah hewan yang sebagian
besar makanannya adalah benda najis (kotoran). Sebagaimana disebutkan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ia berkata;
نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله
عليه وسلم عَنْ اَلْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا
“Rasulullah melarang memakan dari
jallalah dan susunya.”
(HR. Abu Dawud : 3785, Tirmidzi : 1823, Ibnu
Majah : 3189)
Apabila hewan Jallalah telah
dikurung selama 3(tiga) hari dan diberi makan dengan sesuatu yang bersih (bukan
najis), maka dagingnya halal dimakan dan susunya halal diminum kembali.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar;
“Bahwasanya ia mengurung ayam yang
biasa makan sesuatu yang najis selama tiga hari.” (HR. Ibnu Abi Syaibah :
4660/8847)
Diriwayatkan dari Imam Ahmad, hewan jallalah dikurung 3(tiga) hari, baik itu
berupa burung maupun hewan ternak. Dalam riwayat lain darinya, ayam dikurung
3(tiga) hari, sementara sapi, unta, dan sejenisnya dikurung 40(empat puluh)
hari.
6. Keledai Jinak (Piaraaan)
Hal ini berdasarkan hadits dari
Jabir ia berkata;
نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله
عليه وسلم يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ لُحُومِ اَلْحُمُرِ اَلْأَهْلِيَّةِ, وَأْذَنْ فِي
لُحُومِ اَلْخَيْلِ
“Rasulullah melarang pada perang
khaibar dari (makan) daging keledai jinak dan membolehkan daging kuda.”
(HR.
Bukhari : 4219, Muslim : 1941)
Catatan :
·
Adapun keledai liar, maka
hukumnya adalah halal dengan kesepakatan ulama’. Sebagaimana hadits dari Abu
Qatadah -tentang kisah keledai liar-, Abu Qatadah berkata:
فَأَكَلَ
مِنْهُ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
“Lalu Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam memakan sebagian darinya.”
(Muttafaq Alaihi. HR. Bukhari : 2854 dan
Muslim : 1196)
·
Sedangkan bighal, yaitu
peranakan kuda dan keledai. Hukumnya haram karena bercampur antara halal (kuda)
dan haram (keledai), maka lebih diprioritaskan sisi keharamannya.
·
7. Adh-Dhob (hewan sejenis
biawak) bagi yang merasa jijik
Larangan memakan dhob menunjukkan
makruh bagi orang yang merasa jijik untuk memakannya. Adapun bagi orang yang
tidak merasa jijik, maka diperbolehkan. Sebagaimana perbuatan Khalid bin Walid
dalam salah satu jamuan makan, ia menyajikan masakan daging dhob dan
mempersilakan kepada Rasulullah untuk menikmati bersama para undangan. Beliau
menjawab,
لا ولكن لم يكن بأرض قومي فأجدني أعافه
“Tidak, hewan ini
tidak terdapat di kampung kaumku, aku jijik padanya.”
Kata Khalid bin Walid,
فاجتررته فأكلته ورسول الله
صلى الله عليه وسلم ينظر إلي
‘Aku segera
memotongnya dan memakannya, sedang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam melihat kepadaku.”
(HR. Bukhari Juz 5 : 5076)
Catatan :
·
Hukum memakan bekicot. Hukum asal semua
hewan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.oleh karena itu,
bekicot selama tidak membahayakan kesehatan manusia dan tidak dipandang sebagai
hewan yang menjijikkan oleh perasaan manusia yang normal, maka hukumnya halal,
baik itu untuk dimakan atau pun untuk dibudidayakan.
·
Hukum hewan yang hidup
di dua alam. Kaidah tentang makanan adalah halal kecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Dan sepanjang pengetahuan kami tidak ada dalil yang dari
Al-Qur’an dan hadits shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup
di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian asal hukumnya adalah halal,
kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Adapun jika dirinci; kepiting hukumnya
halal, sebagaimana pendapat Atho’ dan Imam Ahmad. Kura-kura atau penyu juga
halal sebagaimana madzhab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atho’, Hasan
Al-Bashri, dan fuqaha’ Madinah. Anjing laut juga halal sebagaimana pendapat
Imam Malik, Syafi’i, Laits, Sya’bi, dan Al-Auza’i. adapun kodok atau katak, maka
hukumnya adalah haram secara mutlak menurut pendapat yang kuat, karena termasuk
hewan yang dilarang dibunuh. Sebagaimana hadits Dari Abdurrahman Ibnu
Utsman al-Qurasyi.
DAFTAR HEWAN BESERTA HUKUMNYA MENURUT SYARI’AT ISLAM
I. Hewan yang Halal Dimakan
NO
|
NAMA HEWAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Angsa
|
|
2
|
Ayam
|
Pernah dikonsumsi Nabi
|
3
|
Bebek
|
|
4
|
Belalang
|
Dimakan oleh Nabi dan para sahabat, bangkainya pun halal
|
5
|
Biawak
|
|
6
|
Burung Beo
|
|
7
|
Burung Bul-bul
|
|
8
|
Burung Hubara
|
|
9
|
Burung Hummarah
|
|
10
|
Burung Ibis
|
|
11
|
Burung Kirwan
|
|
12
|
Burung Malik Hazin
|
Disebut hazin (sedih) karena kalau minum terlihat sedih
|
13
|
Burung Merak
|
|
14
|
Burung Merpati
|
|
15
|
Burung Pipit
|
|
16
|
Burung Qubbarah
|
|
17
|
Burung Sumana
|
|
18
|
Burung Tekukur
|
|
19
|
Burung Unta
|
|
20
|
Dhab
|
Nabi tidak mengingkari orang yang memakannya
|
21
|
Hyena
|
Termasuk hewan buruan
|
22
|
Ikan
|
Halal meskipun bangkai
|
23
|
Itik
|
|
24
|
Jerapah
|
Imam Ahmad pernah ditanya dan beliau membolehkannya
|
25
|
Jerboa
|
|
26
|
Kambing
|
Termasuk hewan ternak
|
27
|
Kambing Hitam
|
|
28
|
Kanguru
|
|
29
|
Kelinci
|
Nabi pernah menerima daging sembelihan kelinci
(HR. Bukhari, Muslim)
|
30
|
Kelinci Bukit Batu
|
|
31
|
Kijang
|
|
32
|
Kijang Putih
|
|
33
|
Kuda
|
Dimakan oleh Nabi dan para sahabat
|
34
|
Merpati Liar
|
|
35
|
Pinguin
|
|
36
|
Rusa
|
|
37
|
Sapi
|
Termasuk hewan ternak yang disebut dalam Al-Qur’an
|
38
|
Tupai
|
|
39
|
Unta
|
Termasuk hewan ternak yang disebut dalam Al-Qur’an
|
II. Hewan yang Haram Dimakan
NO
|
NAMA HEWAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Anjing
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
2
|
Anjing hutan
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
3
|
Babi
|
Berdasarkan Al-Qur'an, hadits, dan ijma'
|
4
|
Beruang
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
5
|
Bighal
|
Karena peranakan antara halal (kuda) dan haram (keledai)
|
6
|
Buaya
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
dan memakan serangga dan katak
|
7
|
Bunglon
|
Termasuk hewan khabaits
|
8
|
Burung Alap-alap
|
Pemakan bangkai dan kotoran
|
9
|
Burung Bangau
|
Pemangsa kotoran
|
10
|
Burung Bughots
|
Termasuk hewan khabaits
|
11
|
Burung Elang
|
Termasuk burung berkuku tajam
|
12
|
Burung gagak
|
Nabi menyuruh membunuhnya
|
13
|
Burung Hantu
|
Termasuk hewan khabaits
|
14
|
Burung Hering
|
Termasuk hewan khabaits
|
15
|
Burung Hud-hud
|
Nabi melarang membunuhnya
|
16
|
Burung Nazar
|
Burung buas pemangsa dengan mengoyak memangsanya
|
17
|
Burung Rajawali
|
Termasuk burung berkuku tajam
|
18
|
Burung Shurad
|
Nabi melarang membunuhnya
|
19
|
Cacing
|
Termasuk hewan khabaits
|
20
|
Cheetah
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
21
|
Cicak
|
|
22
|
Elang
|
Termasuk burung berkuku tajam
|
23
|
Gajah
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
24
|
Garangan
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
25
|
Garuda
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
26
|
Termasuk hewan khabaits
|
|
27
|
Harimau
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
28
|
Jakal
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
29
|
Kadal
|
Termasuk hewan khabaits
|
30
|
Kalajengking
|
|
31
|
Katak
|
Nabi melarang membunuhnya
|
32
|
Keledai jinak
|
Nabi melarangnya
|
33
|
Kelelawar
|
Imam Ahmad berkata, "Memang siapa yang mau memakannya?"
|
34
|
Kera
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring.
Ibnu Abdil Barr menukil ijma' tentang haramnya
|
35
|
Kucing
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
36
|
Kumbang kotor
|
Termasuk hewan khabaits
|
37
|
Kumbang pohon
|
Termasuk hewan khabaits
|
38
|
Kuskus
|
Termasuk hewan khabaits, hewan yang paling bau kentutnya
|
39
|
Kutu
|
Termasuk hewan khabaits (buruk atau menjijikkan)
|
40
|
Laba-laba
|
Termasuk hewan khabaits
|
41
|
Lalat
|
Termasuk hewan khabaits
|
42
|
Landak
|
Dihukumi seperti tikus
|
43
|
Lebah
|
Nabi melarang membunuhnya
|
44
|
Macan Tutul
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
45
|
Monyet
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
46
|
Musang
|
Termasuk hewan khabaits dan serupa dengan tikus
|
47
|
Nyamuk
|
Termasuk kelompok serangga yang khabaits
|
48
|
Rajawali
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
49
|
Rayap
|
Termasuk kelompok serangga
|
50
|
Rubah
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
51
|
Semut
|
Nabi melarang membunuhnya
|
52
|
Serangga
|
Termasuk hewan khabaits
|
53
|
Serigala
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
54
|
Singa
|
Termasuk hewan yang buas yang memiliki taring
|
55
|
Tikus
|
Nabi menyuruh membunuhnya
|
56
|
Tikus got
|
Termasuk hewan khabaits
|
57
|
Tokek
|
Hewan yang diperintahkan syari'at untuk membunuhnya
|
58
|
Ular
|
Nabi menyuruh membunuh dan para sahabat bersepakat haranya
|
59
|
Warol/Biawak Naga
|
Pemangsa ular dan termasuk khabaits
|
BILA DALAM KONDISI DARURAT
Para ulama’ sepakat bolehnya memakan bangkai dan sejenisnya dalam kondisi
darurat, yaitu seorang yakin jika tidak memakannya, maka ia akan mati. Allah
Ta’ala berfirman;
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا
عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ
"Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia
tidak menginginkan-nya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa
bagimu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 173)
1. Dia tidak
mendapati makanan halal lainnya
2. Benar-benar
sangat mendesak sekali
Catatan :
·
Tidak boleh makan lebih
dari kebutuhan, tetapi diperbolehkan untuk membawa bangkai sehingga apabila
dalam kondisi darurat lagi dia boleh memakannya.
·
Tidak diperbolehkan memakan
benda yang mematikan, meskipun darurat. Seperti racun, karena hal tersebut sama
dengan membunuh diri, dan bunuh diri termasuk dosa besar. Hal ini merupakan
kesepakatan ulama’.
KHATIMAH
Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi
Thalib, cucu Rasulullah dia berkata, saya menghafal (sabda) dari Rasulullah;
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ
يَرِيْبُكَ .
”Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa
yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi : 2520 dan An-Nasa-i :
5711)
Apabila seseoang mendapatkan hal yang syubhat (samar), maka menjauhi
perbuatan semacam itu termasuk wara’. Sebagaimana perkataan Ibnu
Taimiyyah;
“Wara’ adalah meninggalkan apa-apa
yang ditakutkan dapat membahayakan kepentingan akhirat.”
(Tahdzib
Madarijus Salikin, I/453)
Dan merupakan tanda ketaqwaan seseorang jika dia meninggalkan
perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada
hal-hal yang diharamkan. Diriwayatkan dari Abu Abdillah Nu’man bin
Basyir ia berkata, saya mendengar Rasulullah bersabda;
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ
بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ
النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ
وَعِرْضِهِ
“Sesungguhnya yang halal itu
jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara
yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa
yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya.”
(HR.
Bukhari : 52, Muslim : 1599)
Ibnu Daqiqil ’Ied berkata;
”(Apabila) seseorang ragu mengenai sesuatu. Ia tidak tahu apakah halal
ataukah haram, dan mengandung dua kemungkinan tersebut, serta tidak ada
petunjuk atas salah satu dari keduanya. Yang terbaik ialah menjauhinya.
Sebagaimana yang dilakukan Nabi mengenai kurma yang tercecer ketika beliau
menemukannya dirumahnya, lalu beliau bersabda;
لَوْلَا أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُونَ
مِنَ الصَّدَقَةِ لَأَكَلْتُهَا
“Seandainya aku tidak khawatir
bahwa kurma itu dari sedekah, niscaya aku memakannya.”
(Muttafaq
‘Alaih. HR. Bukhari : 2055, Muslim : 1071, dari hadis Anas).”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata;
”Jika didapati kemungkinan ketidakjelasan. Apabila kemungkinannya kuat,
maka kecondongan ditinggalkannya lebih kuat, sebaliknya bila lemah, lemah pula
kecondongan ditinggalkannya. Jika ketidakjelasan tersebut tidak didapati sama
sekali, maka sikap meninggalkan dianggap membebani diri yang dilarang
syari’at.”
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kami Muhammad, kepada
keluarganya, dan para sahabatnya.
MARAJI’
1.
Ad-Durratus Salafiyah Syarhul Arba’in An-Nawawiyah, Sayyid bin Ibrahim Al-Huwaithi.
2.
Al-Wajiz Fi fiqhis Sunnah
wal Kitabil Aziz,
Abdul Azhim bi badawi Al-Khalafi.
3.
Bulughul Maram min
Adilatil Ahkam, Al-Hafizh
Ibnu Hajar Al-Asqalani.
4. Fiqhus Sunnah lin Nisaa’i wa ma Yajibu an
Ta’rifahu Kullu Muslimatin mi Ahkam, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim.
5. Mukhtasharul fiqhil
Islami, Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri.
6. Shahih Fiqhis Sunnah
wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib Al-A’immah, Abu Malik
Kamal bin As-Sayyid Salim.
7. Syarhul Arba’in
An-Nawawiyyah, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
8. Umdatul Ahkam min
Kalami Kharil Anam, Abdul Ghani Al-Maqdisi.
9. Indahnya Fiqih Praktis Makanan, Abu ’Ubaidah Yusuf As-Sidawi, Abu
’Abdillah Syahrul Fatwa.
0 Komentar